Sejarah Dago Bandung

Bandung Juara - Dago bertempat di salah satu kelurahan di Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Berhawa sejuk nan tenang pada pagi maupun sore hari. Suhu udara berkisar antara 18° (malam terendah) sampai dengan 32° (siang tertinggi), Berada 5 km dari arah utara pusat kota Bandung dengan ketinggian 690-730 Dpl.

Sejarah Dago

Dago atau di sebut dagoan oleh masyarakat pada jaman dahulu berasal dari bahasa sunda yang artinya "menunggu", pada zaman dahulu pada masa penjajahan Belanda, penduduk di daerah utara Bandung memiliki kebiasaan untuk saling menunggu untuk pergi bersama-sama untuk pergi ke kota, yang mana pada masa itu, rute yang ditempuh menuju kota melewati daerah yang masih tergolong sepi dan rawan binatang buas, terutama di daerah hutan di sekitaran terminal Dago sekarang.

Pada tahun 1900-1914, pemerintah Hindia Belanda memulai pembangunan di daerah Bandung, pembangunan di daerah Dago, dimulai dengan pembangunan rumah peristirahatan milik Andre van der brun pada tahun 1905, pada saat ini bangunan masih berdiri dan berada bersebelahan dengan Hotel Jayakarta Dago. Wilayah Dago itu sendiri meliputi, simpang Dago ke arah utara,dago barat , dago jati(STKS-sekarang), dago biru, dago pojok, hingga PLTA Bengkok.

Terdapat beberapa bangunan bersejarah di sepanjang Jl. Ir. H. Juanda dago, diantaranya adalah :

1. Rumah peristirahatan Andre van der Brun
2. Dago Tea house,

Selain itu terdapat komplek bangunan yang dahulu berfungsi sebagai sanatorium. Dahulu dikelola oleh Netherlands Rode Kruis, kemudian dipindahtangan pengelolaan dan kepemilikannya oleh Palang Merah Indonesia, saat ini berada tepat di seberang Jayakarta Hotel Dago. Komplek ini cukup luas membentang dari arah utara (sekarang di sebelah atas pomp bensin), hingga ke arah selatan di sebrang atas kampus STKS Bandung. Komplek ini terdiri dari 12 bangunan, dua komplek bangunan merupakan milik Universitas Padjajaran atau yang bisa di sebut UNPAD, selebihnya merupakan milik PMI. Pada tahun 1964 komplek di daerah dago tersebut kemudian dijadikan sebagai perumahan karyawan-karyawan PMI (Palang Merah Indonesia).

Bangunan di komplek tersebut diberi dengan nama kota-kota di Jawa Barat, seperti Banjarnegara, Sukanagara, Lebaksiuh, Subang, Panumbangan, Buah Dua. Jaman dahulu banyak berjejer pohon-pohon cemara di sepanjang pagar halaman komplek di dago tersebut, ada juga pohon beringin, pohon asem, pohon nangka, bahkah pohon durian sekalipun ada. Sekarang ada beberapa bangunan yang sudah rata dengan tanah, terbengkalai keadaannya.

Bangunan-bangunan di dago memiliki nilai yang sangat history terutama dari segi arsitek bangunannya dimana salah satu bangunannya bergaya Gothic dengan atap menjulang meruncing ke atas (rumah Sukanagara) sungguh sangat di sayangkan sekarang bangunan tersebut sudah rata dengan tanah di Dago. Bangunan tersebut pada masanya di jaman dahulu hanya terdapat beberapa buah bangunan saja, termasuk yang terdapat di jalan Dago dibongkar habis dan sekarang menjadi factory outlet.

Beberapa dokumentasi tempat di dago sekarang dan dahulu :

Malam Hari di Dago

Kolam Renang Dago Pada Tahun 1940

Curug Dago pada Tahun 1920-1925

Mending sedikit tahu dari pada tidak tahu sama sekali, semoga pengetahuan tentang Sejarah Dago Bandung bisa bermanfaat dan selalu tidak lupa selalu kobarkan semangat 45 kalian sobat . Salam Bandung Juara !

Tweet

Subscribe to receive free email updates: